Selasa, 06 September 2011


Topik ini adalah topik favorit yang mendapat perhatian lebih banyak dua tahun terakhir bagi penulis. Tadi pagi penulis menonton salah satu acara favorit di channel favoritnya. Suatu tayangan tentang realiti hidup. Tentang seorang kaya, seorang jutawan, yang ingin membantu orang lain dengan uangnya. Sebelum ia membagikan uangnya ia harus benar-benar memastikan bahwa orang yang akan diberinya uang itu harus benar-benar layak menerima bantuan itu. Oleh sebab itu, jutawan itu harus menyamar menjadi orang biasa, berbaur dalam kehidupan orang yang akan dibantunya itu dan mencari tau akan kebutuhan orang-orang yang akan dibantunya itu. Tidak semua orang dapat menerima bantuan finansial dengan gampangnya, banyak orang dapat dengan mudah tersinggung hanya karena ada orang yang mau memberikan uang untuk membantunya. Oleh sebab itu seorang pemberi bantuan haruslah berhati-hati jangan sampai menyinggung perasaan orang yang akan dibantunya itu. Well... jadi teringat perkataan "kadang lebih enak ketika memberi daripada ketika menerima". Hehe... perkataan itu penulis ucapkan karena seseorang menolak untuk ditraktir :D Ketika penulis renungkan "terlebih berkat memberi daripada menerima" atau dengan perkataan lain "lebih berbahagia memberi daripada menerima", yaa... ini sebenarnya statement umum.... tidak mudah sebenarnya memberi kepada orang lain, karena tidak semua orang mau diberi juga. So... pastinya seseorang yang dapat memberi akan mendapat berkat sukacita dalam hatinya, terlebih lagi 'hukum tabur tuai' yang pasti berlaku dalam kehidupan.


Tayangan acara reality show ini bukan hanya menyentuh secara emosional, membuat penulis bercita-cita menjadi jutawan yang dapat membantu orang lain. Hehe... cita-cita mulia, ya kan? :D Acara reality show ini juga mengingatkan penulis tentang sebuah kisah di dalam alkitab tentang seorang pemuda kaya yang ingin mendapat hidup yang kekal. Mar 10:17-27; Mat 19:16-26; Luk 18:18-27 mencatat kisah ini, penulis lebih suka membaca dari Mar 10:17-27. Dan setiap kotbah yang penulis dengar dari perikop ayat ini kebanyakan mengatakan bahwa si pemuda kaya ini sombong dan sepanjang kotbah membahas tentang kesombongan. Well... penulis tidak menyalahkan hal ini, tetapi penulis hanya mendapatkan sisi yang lain dari perikop ini.

Mari kita lihat dari Injil Markus, orang kaya ini merasa bahwa dirinya sudah pernah melakukan segala peraturan Yudais, syarat-syarat menjadi orang baik, namun merasa ada sesuatu yang kurang. Seorang Yahudi mengharapkan hidup kekal dengan melakukan semua syarat-syarat ketentuannya. Pertama si pemuda kaya itu berharap Yesus akan memuji dia karena perbuatannya yang baik itu, ia menghampiri Yesus dengan perkataan "Guru yang baik...". Tetapi Yesus menawarkan Kerajaan Allah, sesuatu yang lebih mulia dari hanya hidup yang kekal, hidup setelah kematian. Kerajaan Allah dapat dinikmati juga semasa hidup di bumi, harta di sorga. Di sini seperti ada sesuatu yang kurang nyambung antara permintaan pemuda kaya itu dengan tawaran Yesus. Dapat kita lihat bahwa ada sesuatu pengertian yang kurang lengkap dari si pemuda kaya ini. Pemuda kaya ini hanya melakukan hal-hal yang dianggapnya baik itu (Mark 10:19) untuk dapat masuk sorga, perhentian setelah hidup di bumi ini. Tetapi Yesus menawarkan hal yang lebih dari hanya sekedar mati masuk sorga. Yesus menawarkan Kerajaan Allah, 'hidup' di bumi dan di sorga, hanya dengan mengikut Yesus. Sebelum mengikut Yesus, ada pesan penting yang diberikan "juallah hartamu", baru kemudian Yesus berkata "datanglah kemari dan ikutlah Aku".

Perkataan "juallah hartamu" adalah salah satu unsur kesempurnaan. Dalam Mat 5:48 "... haruslah kamu sempurna, seperti Bapamu yang di sorga sempurna". Kata 'sempurna' dalam bahasa Yunani-nya adalah teleios, yang berarti juga dewasa, penuh, komplit, lengkap. Seorang yang dewasa adalah seorang yang telah meninggalkan masa kanak-kanak (1Kor 13:11). Surat Paulus kepada Korintus menyatakan bahwa orang yang suka berselisih, perpecahan, iri terhadap milik orang lain, tidak dapat berbagi adalah ciri-ciri orang yang masih kanak-kanak, belum dewasa. Seorang dewasa itu tidak lagi merasa butuh ini itu sehingga melakukan kecurangan ini itu, karena mereka sudah komplit, lengkap. Seorang dewasa itu mempunyai sukacita yang penuh, tidak perlu 'rebutan coklat', tidak haus dipuji karena sudah mempunyainya dalam kelimpahan, melimpah dalam kasih. Itulah esensi sempurna. Seorang yang dewasa, merasakan kelimpahan tidak seperti kanak-kanak yang selalu kekurangan ini dan itu. Seorang yang berkelimpahan itulah yang dapat memberi. Orang berkelimpahan (wealth people) seharusnya mempunyai sifat suka memberi karena semuanya sudah berlebih dalam dia. Kita seharusnya memberi (apapun juga, termasuk pelayanan kita) dari kelimpahan kita agar kita dapat melakukannya tidak dengan terpaksa. Jika seorang yang terlihat kaya raya namun tidak suka memberi, seolah orang itu menyatakan diri bahwa dirinya masih kekurangan, dirnya belum melimpah jadi belum bisa memberi. Orang-orang pelit menyatakan diri sebagai kanak-kanak yang selalu merasa kekurangan, kekurangan harta, kekurangan kehormatan, kekurangan perhatian, kekurangan belas kasihan. wew... how poor yaa.

Kembali ke Injil Markus...
Yesus memberikan kata kunci yang mengena (nancep bangetz) ke hati si pemuda yang terlihat kaya raya ini. Ada harta yang selalu kurang dan selalu dipertahankan oleh si pemuda kaya ini. Yesus tidak meminta hartanya untuk pelayanan, tetapi Yesus mengajar orang muda kaya ini "kemurahan". Masalah anak muda ini adalah hatinya tertambat pada harta, yang berkuasa dalam hatinya adalah hartanya, bukan Tuhan, sekalipun ia melakukan ibadahnya secara rutin. Sulit untuk mengikut Tuhan, jika hati kita ada di tempat lain. Ketika orang muda kaya ini pergi dari-Nya, Ia tidak berusaha mengejar karena menurut Yesus sulit bagi anak muda  kaya ini mengikut Yesus dengan mendua hati.

Hidup untuk Tuhan berarti juga hidup untuk orang lain. Banyak orang melakukan ibadahnya bersentral pada dirinya, bukan kepada Tuhan. Mungkin tidak seburuk yang dilakukan orang muda kaya yang meninggalkan Yesus karena kecewa Yesus tak memuji dia, tetapi tidak menjadikan Yesus sebagai sentral hidup. Hidup untuk Tuhan berarti juga hidup untuk orang lain. Kita tidak bisa hanya terlihat perfect di gereja sebagai orang yang religius tetapi kita juga harus menjaga integritas kita di luar gereja, di rumah, di pekerjaan, di lingkungan manapun kita hidup. Jika kita terlihat sebagai orang yang rajin di gereja, perlihatkan juga kerajinan itu di rumah, di pekerjaan, di  lingkungan sosial. Dengan memperlihatkan kebaikan-kebaikan kita akan membuka pintu injil dapat diterima oleh banyak orang. (Ini bukan bicara kristenisasi. Injil Kerajaan harus diberitakan sampai tiba kesudahannya. Tidak dengan pemaksaan ataupun ancaman. Roh Kuduslah yang akan mengerjakannya).

SEMPURNA adalah tujuan orang percaya, karena Bapa di sorga adalah sempurna. Gereja Tuhan haruslah dewasa untuk dapat dipertunangkan dengan Kristus. Hanya yang SEMPURNA. SEMPURNA adalah dewasa. DEWASA itu KOMPLIT, PENUH, BERKELIMPAHAN. Kita dapat memberi dari kelimpahan kita, bukan dari kekurangan kita. Adalah sulit bagi seorang yang kekurangan untuk memberi. MEMBERI akan melepaskan kita dari ketamakan. Yesus menyuruh orang muda kaya ini untuk memberi bukan supaya ia menjadi miskin, tetapi supaya ia terlepas dari ketamakan. MEMBERI adalah pintu masuk untuk menjadi sempurna, melatih kita menjadi dewasa, melatih kita untuk hidup berkelimpahan. Marilah kita melatih diri kita untuk hidup BERKELIMPAHAN.
Dari Milis
Categories:

0 ComMENT Please:

Posting Komentar

Leave Your Comments

Please "LIKE"this PAGE

Opini_saya dan Page Berbagi Renungan Harian

Blogroll